Jumat, 10 Juni 2016

Minuman Ini Merupakan Hasil Fermentasi







Minuman yang mempunyai cerita suram dulunya dan sekarang minuman ini sangat digemari oleh pecinta minuman ini. Minuman ini bernama Tuak dari Sumatera Utara. Tuak merupakan hasil fermentasi dari pohon Enau dan Kelapa yang diambil air niranya. Hasil fermentasi ini nantinya akan berwarna putih dan menimbulkan bau yang khas.

Tidak sulit untuk menemukan Tuak jika anda sedang di Sumatera Utara khususnya di daerah Toba dan Pulau Samosir. Minuman khas Sumatera Utara ini memiliki kandungan alcohol yang rendah bahkan lebih rendah dari Bir dan Anggur. Awalnya Tuak ini digunakan untuk membuat seseorang menjadi lebih tenang namun jika dikonsumsi lebih maka orang yang meminumnya bisa mabuk dan tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Bagaimanapun Tuak merupakan ikon budaya orang Batak, meski Tuak disinyalir menjadi pemicu pertikaian banyak orang apabila diminum secara berlebihan. Minuman ini tidak cocok bagi anda yang beragama Islam karena seperti yang sudah disebutkan tadi minuman ini mengandung alkohol. Tidak hanya Tuak yang dihasilkan dari Pohon Enau ini tetapi juga batangnya bisa dijadikan dinding rumah adat, buahnya untuk dijadikan kolang-kaling, ijuknya untuk dijadikan atap rumah, dan daunnya bisa untuk membuat sapu lidi. Pohon ini memang banyak fungsinya selain menghasilkan minuman beralkohol khas Batak.

Dibutuhkan waktu sedikitnya 3 bulan untuk bisa menyadap dan itupun belum tentu air niranya keluar. Ada beberapa syarat sat mengambil air nira dipohon Enau ini seperti tidak boleh mengucapkan kata-kata kasar. Agar mendapatkan hasil yang sempurna, air nira dicampur dengan raru yaitu sejenis kulit kayu agar airnya bisa difermentasikan. Dan juga tidak boleh sembarangan orang yang membuatnya karena air niar tidak boleh asam, tidak boleh manis, dan juga tidak boleh terlalu sepat.

Didalam acara adat entah itu pemakaman, pernikahan maupun syukuran, Tuak akan selalu ada. Dan menurut orang Batak, Tuak adalah pelengkap dan pemenuh dahaga, dan itu tidak bisa digantikan dengan minuman lain.

Sejak abad ke 19 yaitu setelah agama Kristen masuk ditanah Batak, Tuak sudah diminum oleh orang-orang Batak. Tidak ada data yang akurat tentang ini.

Menurut legenda Tuak berasal dari airmata Siboru Sorbajati. Ceritanya, Siboru Sorbajati dipaksa orang tuanya kawin dengan seorang laki-laki yang buruk rupa. Karena tekanan orang tua, Siboru Sorbajati menerima sinamot, lalu Siboru Sorbajati meminta agar dibunyikan gondang sabangunan, lalu dia manortor lalu maningkot.

Siboru Sorbajati lalu melompat dari palas-palas rumah Batak hingga terbenam ke dalam tanah, lalu menjelma menjadi pohon bagot, sehingga tuak itu disebut aek (air) Sorbajati. Katanya, setiap pangagat sebelum membuat saluran tuak di atas pohon nira, pangagat terlebih dahulu mengelus-elus pohon nira, meminta si boru Sorbajati menangis.

Sumatera Utara Juga Punya





Bunga Kenanga dan Burung Beo Nias merupakan satu tumbuhan dan satu burung yang menjadi ciri khas bagi Sumatera Utara. Bunga Kenanga ini dari family Annonaceae dan aromanya yang wangi telah menjadi ciri khasnya.

Sedangkan untuk nama latinnya sendiri bernama Cananga odorata (Lam.) Hook. F. & Thomson. Tumbuhan ini bisa mencapai tinggi hingga 20 meter dengan jari-jari batangnya 35 cm (70 meter untuk diameternya).


Bunga ini juga bisa dijadikan minyak wangi karena baunya yang harum. Di lain tempat di Indonesia, Kenanga disebut Kananga untuk Sunda, dan Madura, Kenanga, Wangsa untuk Jawa, Kenanga, Semanga, Selanga untuk Aceh, Selanga untuk Gayo, Nuarai untuk Simalungun, Ngana-ngana untuk Nias, Ananga, Kananga untuk Minangkabau.

Burung dari keluarga Sturnidae ini adalah anak dari jenis Burung Beo (Gracula religiosa). Nama burung ini adalah Burung Beo Nias. Burung Beo Nias ini tersebar di Pulau Babi, Pulau Nias, Pulau Tuangku, Pulau Simo, dan Pulau Bangakaru. Nama latin burung ini Gracula religiosa Linnaeus. Burung Beo Nias bisa mencapai ukuran maksimalnya yaitu sekitar 40 cm, seluruh bulunya berwarna hitam pekat dan dibagian sayapnya berwarna putih, paruhnya berwarna kuning orange, sedangkan kakinya berwarna kuning.



Yang membedakan burung ini dengan burung Beo lainnya ada di sepasang gelambir cuping di telingan yang berwarna kuning juga iris matanya yang berwarna coklat gelap. Burung Beo Nias termasuk burung yang dilindungi di Indonesia menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.

Burung ini juga banyak diminati oleh pecinta burung Beo karena dapat menirukan banyak suara termasuk suara manusia. Populasi burung ini lebih banyak di dalam sangkar dari pada di alam bebas. Karena banyak diminati dan diburu, maka dibuatlah Undang-undang untuk melindungi satwa yang terancam punah tersebut.

Burung Beo Nias juga menyukai hutan yang dekat dengan desa dan tempat terbuka di daratan rendah hingga daerah dengan ketinggian 1000 meter dari atas laut. Burung ini terdaftar sebagai Least Concern di IUCN Redlist, dan masuk dalam CITES Apendiks II.

Untuk Klasifikasi Ilmiahnya:
Kerajaan: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Aves, Ordo: Passeriformes, Famili: Sturnidae, Genus: Gracula, Species: G. religiosa, Subspecies: Gracula religiosa robusta.

Daerah Penggabungan Yang Punya Banyak Bahasa



Sebagai daerah yang berasal dari daerah penggabungan tiga daerah administratif. Sumatera Utara memiliki banyak sekali bahasa dari daerahnya sendiri. Ada bahasa Mandailing, bahasa Batak, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Batak Alas Kluet, bahasa Batak Angkola, bahasa Batak Pakpak, dan bahasa Batak Toba.

BAHASA MANDAILING
Penutur bahasa ini berjumlah kurang lebih 1, 1 juta orang. Bahasa Mandailing ini mempunyai penyebutan bahasa yang berbeda tergantung daerah yang menggunakannya, seperti bahasa Mandailing Natal, bahasa Mandailing Padang Lawas, bahasa Mandailing Angkola. Bahasa Mandailing Angkola dianggap yang paling mirip dengan bahasa Batak Toba.

BAHASA BATAK TOBA
Penutur bahasa ini berjumlah sekitar 2 juta orang. Bahasa Batak Toba masih merupakan bagian dari Bahasa Batak. Dulunya bahasa Batak Toba ditulis dengan menggunakan akasara Batak, namun akhir-akhir ini masyarakat yang memakai bahasa Batak Toba menggunakan aksara latin saat menulisnya.

BAHASA KARO
Penutur bahasa ini berjumlah kurang lebih 600. 000 orang. Bahasa yang digunakan oleh para suku Karo ini dulunya ketika menulis mereka menggunakan aksara Karo atau Surat Aru/ Haru. Akan tetapi hanya sedikit orang Karo yang bisa menulis aksara Karo ini Karen sebagian besar dari mereka lebih memilih menggunakan aksara Latin.

BAHASA SIMALUNGUN
Penutur bahasa ini berjumlah sekitar 1 juta orang. Bahasa Simalungun digunakan oleh suku Simalungun yang tinggal di Kabupaten Simalungun hingga Tapanuli. Menurut seorang peneliti P. Voorhoeve, jika bahasa simalungun masih merupakan keturunan dari rumpun Austronesia.

BAHASA BATAK PAKPAK
Penutur bahasa ini berjumlah kurang lebih 1. 2 juta orang. Bahasa ini sering digunakan oleh masyarakat didaerah Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, dan sebagian Kabupaten Singkil di daratan Aceh. Bahasa cukup unik dalam pengucapannya karena penduduk ketika mulai bicara dan mengakhiri pembicaraan, mereka akan mengatakan Njuah-njuah.

BAHASA BATAK ANGKOLA
Bahasa Batak Angkola ini bisa dibilang sub dari Bahasa Batak. Orang-orang yang menggunakan bahasa ini bermukim di Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan. Walaupun bahasa ini mirip dengan bahasa Batak Toba dan bahasa Mandailing dan bahasa Batak Toba, bahasa ini intonasinya lebih lembut jika dibandingkan dengan Bahasa Batak Toba.

BAHASA BATAK ALAS KLUET
Penutur bahasa ini berjumlah sekitar 195. 000 orang. Sesuai dengan namanya, bahasa ini di ucapkan oleh suku Alas dan suku Kluet. Bahasa Batak Alas Kluet juga memiliki tiga dialek, yakni dialek Singkil, dialek Alas, dan dialek Kluet.

BAHASA BATAK
Bahasa ini adalah bahasa yang paling banyak dituturkan di Sumatera Utara. Sama halnya dengan bahasa Jawa yang mempunyai aksara, Bahasa Batak juga mempunyai aksara namanya Surat Batak. Bahasa ini juga termasuk rumpun bahasa Melayu-Polinesia.

Mari Mengenal Kesenian Sumut






Kesenian Indonesia memang banyak sekali terumata dari daerah-daerah. Kesenian dari Sumatera Utara misalnya, provinsi yang ditinggali oleh banyak warga dari berbagai suku, dari suku Batak sampai suku Jawa dan suku Melayu.
Tarian Tradisional Sumatera Utara:
Tari Tortor Somba
Tari Tortor Sawan Panguras
Tari Tortor Sipitu Sawan
Tari Kuda-Kuda
Tari Baka
Tari Mulih-Mulih
Tari Gundala-Gundala
Tari Toping-Toping
Tari Tatak Muat Page
Tari Tatak Renggisa
Tari Balanse Madam
Tari Manduda
Tari Maena
Tari Moyo
Tari Sekapur Sirih
Tari Perang, dan lain sebagainya.

Kerajinan
Kerajinan yang terkenal dari Sumatera Utara ialah kain Songket dan kain Ulos. Kerajinan ini berasal dari Suku Batak. Kain Ulos dibuat dari benang kapas dan untuk warnanya hitam, merah, dan putih, warna yang biasanya mengandung makna tertentu. Untuk Suku Pakpak kerajianan yang terkenal adalah Kain Oles. Untuk Suku Karo kerajinan yang terkenal adalah Kain Uis. Selain suku Pakpak, suku Batak, dan suku Karo pesisir pantai barat juga memiliki kerajinan yang terkenal namanya Songket Barus. Sumatera Utara memang terkenal dengan tenunannya karena selain perpaduan warnanya yang menarik, makna dari warnanya sendiri juga membuat daya tarik yang berbeda.

Alat Musik Tradisional
Alat Musik tradisional asal Sumatera Utara ini sebelas duabelas dengan alat musik Jawa, walaupun sebelas duabelas, tentu saja ada yang berbeda. Dimulai dari Pangora,
Pangora ini jika dilihat sekilas memang mirip Gong dari Jawa padahal jika dilihat secara teliti kalian akan menemukan perbedaannya. Perbedaan dari Pangora ini adalah bunyinya. Bunyi dari Pangora ini berasal dari stik yang digunakan sedangkan pinggiran Pangora dipegang dengan tangan yang menyebabkan Pangora berbunyi “pok”.



Masih dengan bentuk yang hampir mirip dengan musik asal Jawa namun dengan sedikit perbedaan. Namanya Gordang. Alat musik ini berasal dari Suku Batak dan cara memainkannya dengan dipukul. Kalau di Jawa namanya Gendang.



Doli-Doli. Alat musik ini terbuat dari bamboo yang jumlahnya 4 buah. Cara memainkannya adalah dengan cara ditiup, Doli-Doli biasanya sering dijumpai di wilayah Nias.



Alat musik tradisional ini bisa juga disebut Kucapi atau Hasapi. Sebenarnya alat musik tradisional ini bernama Hapetan. Alat musik Hapetan mirip dengan Kecapi, begitu pula dengan cara menggunakannya yaitu dipetik.




Kamis, 09 Juni 2016

Teranglah Sumatera Utara






Warga Simalungun boleh berbahagia karena saat ini rumah-rumah tidak akan mengalami yang namanya sering mati listrik karena setelah Simalungun dipimpin oleh Bupati JR Saragih listrik sudah diperbaiki. Bahkan daerah yang dulunya gelap sekarang terang benderang saat malam hari. JR Saragih juga sering memberikan bantuan berupa penyambungan listrik secara cuma-Cuma untuk warga yang kurang beruntung.

Dulu sebelum dipimpin JR Saragih warga Simalungun sering mengalami listik mati. Dirinya (JR. read) mengaku sangat bersyuku dengan adanya program Roadshow Membangun Tol Listrik menuju Sumut Terang. Banyak daerah di sumut yang masih belum teraliri listrik sampai sekarang. Padahal menurutnya listrik menjadi syarat yang paling utama untuk membangun masyarakat yang maju and ngerti informasi.

Atas jasanya yang telah membuat daerah yang belum teraliri listrik menjadi teraliri dan memecahkan masalah tentang seringnya mati listrik, Bupati Simalungun itu mendapatkan sebuah perhargaan untuk menjadi Duta Listrik bagi Sumatera Utara yang diberikan langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi.

Dan sekarang ini pihaknya sedang bekerjasama Kementrian ESDM dan PT PLN hanya untuk memastikan supaya warganya dapat menikmati listrik. Akibat dari kerjasama ini memunculkan banyak investasi. Dirinya juga berharap supaya semua warga sumut dapat teraliri dan menikmati listrik. Dengan sikap tegas dirinya menyatakan akan siap sedia membantu semua daerah di Sumatera Utara jika dirinya memang dibutuhkan.

Menambahkan bahwa potensi investasi sumut sangatlah besar, dan lagipula Danau Toba nantinya akan menjadi destinasi ketiga di Indonesia dan juga Monaco of Asia. Apabila listrik tidak lancer para investor tentunya akan malas menanamkan modal di sumut. Selain menerima penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara Bupati Simalungun ini juga menerima penghargaan Anugerah Kepala Daerah Inovatif pada tahun lalu dari Koran Sindo.

Sedangkan penghargaan Ambassador Electricity diberikan saat acara Jamuan Makan Malam Gubernur Sumatera Utara serta Rombongan Roadshow Membangun Tol Listrik menuju Sumut Terang di rumah dinas Gubernur Sumut.

Memang pantas Bupati yang satu ini menerima penghargaan karena dia sudah banyak membantu warga terutama warga Simalungun. Bukan hanya membantu dalam kelistrikan saja, Bupati JR Saragih juga membantu dalam pengobatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Walaupun banyak kendala saat menjadi Bupati bukan berarti itu akan menyurutkan semangatnya malah kendala itu yang membuat semangat JR Saragih menjadi membara dan membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi Bupati yang berguna. Buktinya dia saat ini telah berhasil melancarkan listrik di daerah Simalungun sendiri.

Saking pentingnya sebuah listrik Bupati ingin turun tangan dalam memberantas kegelapan di Sumut. Setidaknya ini bisa menjadi contoh yang baikuntuk warganya.