Sabtu, 04 Juni 2016

LIKA LIKU BUPATI SIMALUNGUN SUMATERA UTARA JR SARAGIH



BUPATI SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara setelah Kabupaten  Deli Serdang. Terletak pada ketinggian 369 meter di atas permukaan laut, Simalungun mampu menarik perhatian masyarakat luar sejak zaman kolonial. Itulah yang menjadikan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun
                JR Saragih lahir di Medan, 10 November 1968. Dia adalah anak bungsu dari kelima bersaudara. Saat usianya belum genap satu tahun ia kehilangan sosok pemimpin di keluarganya yakni ayahnya karena meninggal dunia. Kemudian JR Saragih dititipkan kepada neneknya (Ibunda dari Ayahnya) yang tinggal di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun sedangkan saudara-saudaranya, bersama sang ibu di Desa Kutambaru. Bersama neneknya JR Saragih mengenyam pendidikan sampai kelas 4 SD, namun ia juga harus kehilangan nenek tercintanya yang harus berpulang ke Tuhan Yang Maha Kuasa. JR Saragih kemudian dibawa ibunya ke Kutambaru untuk pendidikannya. Namun lagi-lagi, kesulitan ekonomi memaksa pendidikan JR Saragih harus tertunda, saat ia duduk dikelas 6 SD.
Ketika itu ibunya telah menikah kembali dengan Rasen Ginting. Dari pernikahan itu pula, JR Saragih mendapat tiga orang adik. Karena putus sekolah, ia nekat meninggalkan Desa Kutambaru, dan merantau ke Pematangsiantar seorang diri. Di kota Siantar Man ini, ia jadi tukang semir di terminal. Selama 6 bulan tukang semir, JR Saragih menjadi pembantu kondektur bus untuk menyapu dan membersihkan sebelum berangkat mencari penumpang. Ia terbiasa makan sesekali sehari dan tidur di mobil di terminal. Dua tahun JR Saragih hidup di terminal sampai suatu hari ia bertemu seorang supir. Pria itu menyarankan JR Saragih kembali ke sekolah, karena kehidupan terminal tidak mempunyai prospek yang baik. Karena nasihat itu JR Saragih kemudian kembali ke Kutambaru dan menamatkan SD-nya dalam program persamaan, dan melanjutkannya ke SMP Anjangsana hingga tamat. Di sana, JR Saragih menggembala kuda dan beternak ayam.
Ia kemudian menggadaikan kedai kopi milik keluarganya dan merantau ke Jakarta. Di Jakarta ia bekerja sebagai kuli di galian pasir Puskopad di Curug, Tangerang, semula J.R.Saragih tinggal di rumah abangnya yang tertua selama 6 bulan. Kemandirian yang telah tertanam sejak belia, menjadikan JR Saragih mengambil keputusan untuk hidup mandiri.  Ia pun untuk memilih kos di Jakarta dan melanjutkan pendidikan ke SMA-1 Prasasti di bilangan Kemayoran , Jakarta Pusat.
Cukup lama ia menjadi kuli galian pasir, JR Saragih mendapat tawaran bekerja paruh waktu di Pusat Primer Koperasi Mabes TNI AD. Tawaran ini, ternyata menjadi titik balik kehidupan JR Saragih. Selama bekerja di situ, banyak petinggi TNI AD, simpatik atas kegigihan JR Saragih bersekolah dan sikap pantang menyerah, bekerja keras, dan kegigihannya.
Lulus dari SMA-1 Prasasti,Jakarta Pusat, J.R.Saragih memutuskan mencoba peruntungan dengan mengikuti tes Akademi Militer.  Kerja kerasnya tidak sia-sia. Ia diterima sebagai taruna di kampus Akademi Militer (Akmil) di lembah Tidar, Magelang,Jawa Tengah yang dibiayai oleh negara.
JR Saragih menempuh pendidikan di Akmil Magelang dan menamatkan pendidikan militernya pada tahun1990-an.  Ia juga memperoleh beasiswa di Akademi Beasiswa dari  Akmil dan mempunyai pangkat Letnan Dua. Selepas pendidikan selesai, ia langsung bertugas di lingkungan Polisi Militer Angkatan Darat (POMAD). Ia ditugaskan komandannya sebagai Dansubdenpom/Purwakarta, Jawa Barat. Ia juga dipercaya sebagai Dandenpom dan menjadi salah satu  personel elite Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Pada tahun 2000 silam J.R.Saragih sebagai prajurit muda memperoleh amanah baru. ia ditugaskan segagai Komandan Sub Detasemen Polisi Militer (Dansubdenpom) di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (Jabar). Satu titik perjalanan dalam hidupnya inilah, yang kemudian memuluskan jalan lain untuk membuka pintu lebih lebar dalam kehidupan JR Saragih, anak desa yang tak kenal menyerah atas takdir dan kenyataan hidup.Kehidupan keras yang ia alami, menjadikan JR Saragih mudah terketuk hatinya atas penderitaan orang lain. Khususnya mereka yang tidak berpunya. Pada satu kesempatan J.R.Saragih bertamu ke pendopo kabupaten dan berbincang akrab dengan Bupati Purwakarta saat itu Bunyamin Dudih ,S.H. . J.R.Saragih memperkenalkan diri seraya menjelaskan , bahwa hatinya terketuk untuk ikut membantu kesulitan warga Purwakarta dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Ia ingin memberikan andil secara nyata, yaitu dengan  memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau pada mereka.
Di kota Purwakarta ia mendirikan sebuah klinik berbasis spesialis. Semula ia tidak mencari keuntungan dari klinik ini. Karena tuntutan perekonomian, pemerintah mewajibkan membayar pajak, dan karyawan harus mengikuti UMR dan sebagainya, akhirnya dibuatlah tarif tetap. Berdirinya Rumah Sakit Efarina (Etaham) yang berada di Jalan Bungur Nomor 1 Purwakarta, adalah cikal bakal perkembangan bisnisnya yang bermula dari sebuah klinik kecil di tahun 2000. Keseriusan, visi dan misi yang ia miliki tak sia-sia. Tahun 2008, RS Efarina Etaham yang berawal dari klinik kecil, memperoleh akreditasi RS tipe A dengan total karyawan berjumlah sekitar 300 orang, 120 orang di antaranya adalah dokter.
JR Saragih adalah tipe orang yang sayang keluarga. Bermula dari pertemuan J.R. Saragih dengan dr. Ernita Angarini br. Tarigan Girsang (putri dari pasangan Prof. dr. Pangarapan Tarigan, Sp.PD dan Rehna Ginting)  yang terbilang singkat. Mereka berkenalan Desember 2001 melalui saudaranya. Setelah dua kali pertemuan, Juni 2002 mereka menikah. Lantas 16 Juli 2003, mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama Efarina Margaretha Saragih.
Ia membuktikan kasih sayangnya dengan simbol-simbol di nomor polisi di mobilnya. Di Jakarta, mereka memiliki mobil Mercy dengan nomor polisi B 73 JR. (73 adalah tahun kelahiran istrinya, sedangkan JR singkatan dari Jopinus Ramli). Sementara di Simalungun, mobilnya bernomor polisi BK 167 JR, BK 167 DS, dan BK 167 SF. Angka 167 diambil dari tanggal kelahiran putrinya, Efarina, yaitu 16 Juli.
Sebagai seorang pelaku usaha, tentunya secara materi ia tidaklah kurang. Bukti nyata kerja keras dan pantang menyerah, berbanding terbalik dengan kehidupan yang ia jalani saat kanak-kanak dan juga remaja. Meski usahanya berkembang di tanah Parahiyangan, kegelisahan sebagai seorang putera asli Sumatera Utara kian kerap mengetuk hati dan nuraninya.
Pembangunan tanah Jawa yang ia saksikan demikian pesat, tidak selaras dengan perkembangan yang ia lihat di tanah kelahirannya. Nuraninya merasa terpanggil untuk  membangun tanah kelahiran, ikatan emosional yang tidak akan pernah pudar meski ia sudah berkelana ke bumi Pasundan. Simalungun, tempat ia ditempa menjadi pribadi tangguh saat kecil, dengan budaya dan karakteristik Sumatera Utara yang dikenal tangguh dan pekerja keras. Ia ingin kembali, mengabdi dan berbakti ke tanah kelahiran yang ia cintai. Tanah kelahiran yang ia kenal dengan budaya yang demikian kaya, dan menjadi memori masa kanak-kanak dan akan terus terpatri dalam diri JR Saragih.
Darah dan nafasnya, seiring perjalanan merantau ke belahan lain nusantara, adalah tetap di tanah kelahirannya yang telah memberikan kesempatan untuk menghirup nafas, sekaligus memberi pondasi awal pada makna kerja keras dan kedisiplinan.
Hal itulah yang mendorong dirinya bertarung di tahun 2010 dengan maju ke arena pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Simalungun, dipasangkan dengan Hj.Nurhayaty Damanik.  dan akhirnya terpilih menjadi Bupati Simalungun periode 2010-2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar